Wednesday, November 11, 2009

semua perempuan adalah putri
setiap putri mengharapkan seorang pangeran
lelaki tampan berkuda putih
yang 'kan datang menyelamatkannya

itulah setiap wanita
tetapi bukankah penyihir jahat juga wanita?
pernahkan dia jatuh cinta?
adakah cinta untuknya?

seorang yang jahat
seorang yang mengutuk sang putri cantik jelita
seorang yang dikalahkan oleh pangeran berkuda putih
seorang yang dibenci setiap pembacanya

seandainya kau adalah sang penyihir,
apakah kau akan tertawa? atau menangis tersedu-sedu?
selalu ada pangeran untuk putri cantik jelita
namun tak pernah ada cinta untuk penyihir buruk rupa...

inilah cerita baginya,
wahai penyihir buruk rupa...

"semua putri cantik itu jahat,
mereka dicintai oleh setiap orang,
mereka dikagumi oleh semuanya,
tidakkah mereka tahu bahwa aku kesepian?

aku hanya ada sebagai sampingan
untuk menunjukkan kepadanya seorang pangeran tampan
untuk membuatnya semakin dicintai
tidakkah dia tau bahwa aku mencintai pangeran itu?

apakah aku memang dilahirkan untuk dikalahkan?
apakah aku ada hanya sebagai perantara cinta mereka?
apakah aku tidak berharga?
apakah tidak ada cinta untukku?"

seorang penyihir yang buruk rupa
menangis sendirian di sudut ruang puncak menaranya
menunggu seorang pangeran yang suatu hari datang menyelamatkan
menunggu gilirannya untuk mendapatkan cinta

namun tak seperti rapunzel,
tidak ada pangeran yang akan memanjat menara itu untuknya
namun tak seperti putri tidur,
tidak ada pangeran yang akan melawan naga untuknya

karena dia hanya seorang penyihir buruk rupa...

hingga suatu hari,
datang seorang lelaki kumal menaiki keledai

seorang lelaki yang polos
seorang lelaki yang jujur
seorang lelaki yang tulus
tetapi bukan seorang pangeran berkuda putih

hanyalah seorang pengemis dengan keledai tuanya

datang karena mencari tempat bernaung untuk semalam
langit sudah gelap, dimana mentari tertidur dan bulan berpesta
kabut menghalangi jalan, jangkrik telah berdendang
tak ada kota maupun desa untuk disinggahi

itulah awal pertemuan mereka...

wajah buruk rupa penyihir menyambut kedatangan pengemis
diiringi senyum sinis karena pikiran pesimis
hanya pengemis,
tak akan pernah ada pangeran untuknya...

untuk semalam, penyihir tidak sendirian
senyum mengembang di wajahnya
tawanya mewarnai ruangan
untuk semalam, dia tampak cantik

semua karena kehadiran si pengemis
pengemis dengan keledainya yang kumal
lelaki yang membuatnya bahagia
lelaki yang membuatnya jatuh cinta

walau hanya semalam, sang penyihir telah merasa dicintai...

sayang pagi menjelang
menaburkan semerbak embun di dedaunan
menyanyikan dendang merdu burung-burung berkicau
tibalah saat si pengemis pergi

dengan berat hati penyihir buruk rupa melepas kepergiannya
seakan jantungnya telah dicabut dari dadanya
seakan napasnya telah terenggut
seiring dengan kepergian si pengemis

penyihir buruk rupa pun kembali menangis...
mengganggu kehidupan putri-putri cantik yang telah mengusik hatinya

lama waktu berlalu...
sang penyihir tak kunjung mati
kutukan keabadian yang terus menghantuinya
seakan hampir membunuhnya, sayangnya ia tak dapat mati

hingga suatu hari,
terdengar naga meraung di kejauhan
mengusik kedamaian di horizon bumi
seorang pangeran datang

bingung dengan kehadirannya
penyihir tidak menculik putri siapa pun
setidaknya untuk kali ini
apakah sekarang waktunya ia mati?

mati di tangan pangeran tampan...
akankah sang pengemis miskin menolongnya?
ataukah dia telah melupakannya?
seorang yang mengajarkannya rasa untuk dicintai

derap langkah semakin dekat
suara kuda meringkik, kuda putih
denting pakaian besi yang bergerak
kemilau pedang di pinggang

ya, dialah seorang pangeran berkuda putih...
namun untuk siapa dia datang?

"wahai penyihir di menara,
turun dan temuilah aku!"

begitulah teriak pangeran tampan ini...

"ya, aku akan mati hari ini"

bisik penyihir pada dirinya sendiri

anak tangga demi anak tangga dituruninya
setiap langkah menuju kematiannya...

akhirnya gerbang terbuka
dimana dia berhadapan dengan pangeran tampan
bersiap untuk menghadapi kematiannya
ditemani angin yang berhembus

membawa perasaannya pergi jauh entah kemana...

sang penyihir memejamkan mata
menghirup segala aroma yang ada di sekitarnya
harum rerumputan di pagi hari
wangi bunga-bunga di musim semi

semua seakan siap untuk pergi meninggalkannya,
hingga si pangeran berlutut di depannya,
ya, pangeran itu melamarnya

sang pangeran, yang dulu tampak seperti pengemis
diserang perampok dan bernaung di menara sang penyihir
sang pangeran yang jatuh cinta pada senyum sang penyihir
sang pangeran yang menemukan kebaikan di hati sang penyihir

sang pangeran yang jatuh cinta pada penyihir buruk rupa...

Tuesday, November 10, 2009

sebuah bulan yang sejak dahulu ku ikuti
membiarkan langkahku terseok deminya
aus sudah alas kakiku hanya deminya
hingga kini tiba-tiba bulan menghilang

entah kemana perginya sang pujaan hati
mungkin tertutup sekilas awan atau sepenuhnya tiada
sinarnya yang pucat memenuhi jiwa
kini tiada berbekas hingga ke akal

aku mengais setiap dedaunan
mengharap sisa sinarnya dapat ditemukan
hanya luka dan siksa berbekas di tangan
mengores janji yang telah terukir dalam di jantung

dulu kukorbankan matahari untuk bulanku yang kucinta
matahari yang telah berada di sisiku sekian lamanya
hingga bulan tiba menyusup di darahku
mengalir memenuhi jantungku

mungkin bukan dia menghilang
hanya darahku telah habis karena mengejarnya
atau mataku yang kemudian menolak untuk melihatnya
yang jelas rasa itu telah tiada

kukira bulan sudah cukup tinggi
kukira bulan sudah cukup jauh
namun bintang berpendar mencoba menarik hati
bintang kecil yang dulu adalah matahari

rupanya matahari tak pernah pergi
ntah memang itu takdirnya
atau aku yang memang tak dapat melupakannya
namun matahari kembali membakar darah dan mencairkan airmataku

haha, sudah lama aku tidak tersiksa
demi bulan dulu aku tersenyum
membuang segala bayangan hitamku di balik punggungku
tak kusangka aku akan menangis sekarang karena bulan...

sekarang rasa sudah tak lagi sama
mungkin yang kubutuhkan adalah langit untukku bernaung
mungkin yang kubutuhkan adalah selimut untukku bergelung
atau mungkin tempat tidur untukku beristirahat selamanya

ingin rasanya ku berteriak memanggil segalanya
untuk berada di sisiku
untuk menemaniku
untuk mengisi kekosongan di hatiku

namun itu egois
mataku terpantul cermin jantung jiwaku
sehingga hanya diriku yang terlihat
sekarang aku sadar betapa sempitnya mataku

mungkin karena itu aku tak lagi melihat bulan
dan kembali melihat matahari
matahariku yang dulu nyaris tergapai
mungkin itulah mengapa aku menangis sekarang

aku tak tahu...

angin ribut seakan menyelimuti diriku,
menghalangiku dari apa yang nyata

aku berharap untuk dapat menutup mata
tanpa pernah harus untuk membukanya kembali
biarkan aku tertidur... lelap...
tenggelam dalam mimpi tanpa harus memilih bulan atau matahari...


*ini yg terpanjang yg pnh gw bikin

;;